Menag Nasaruddin Paparkan Tantangan Tokoh Agama Masa Depan

Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar, menjelaskan berbagai tantangan yang akan dihadapi para tokoh agama di masa mendatang. Dalam sambutannya secara virtual pada dialog "Peran Tokoh Agama dalam Merawat Kerukunan dan Menjaga Kelestarian Alam" yang digelar Majelis Hukama Muslimin (MHM) kantor cabang Indonesia, Senin (11/11/2024)

KNEWSCOID, JAKARTA — Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar, menjelaskan berbagai tantangan yang akan dihadapi para tokoh agama di masa mendatang. Dalam sambutannya secara virtual pada dialog "Peran Tokoh Agama dalam Merawat Kerukunan dan Menjaga Kelestarian Alam" yang digelar Majelis Hukama Muslimin (MHM) kantor cabang Indonesia, Senin (11/11/2024), Menag menyoroti dua tantangan utama: pergeseran otoritas keagamaan dan peran agama yang hanya dijadikan "pemadam kebakaran."

Dialog ini diadakan dalam rangka memperingati Hari Toleransi Internasional pada 16 November dan menyongsong Paviliun Iman dalam COP29 di Baku, Azerbaijan. Hadir sebagai narasumber antara lain pendiri dan anggota MHM, Prof Dr. M Quraish Shihab, MA, anggota Komite Eksekutif MHM Dr. TGB M Zainul Majdi, MA, serta Direktur MHM cabang Indonesia Dr. Muchlis M Hanafi, MA.

Menag menyatakan bahwa tantangan pertama adalah pergeseran otoritas keagamaan. Ia menjelaskan bahwa jika dahulu pesan dari kitab suci dan tokoh agama diikuti tanpa keraguan, kini ada otoritas lain yang ikut menentukan definisi kebenaran dan kebaikan. “Dulu apa kata ulama dan kitab suci langsung diikuti, tapi sekarang ada otoritas lain yang turut berperan dalam mendefinisikan kebenaran,” ujarnya.

Tantangan kedua, lanjut Menag, adalah peran agama yang cenderung hanya berfungsi sebagai penyelesai masalah. Tokoh agama lebih sering diajak menyelesaikan akibat dari suatu permasalahan, tetapi jarang dilibatkan dalam pembahasan penyebab utama. "Tokoh agama jangan hanya dijadikan ‘pemadam kebakaran’ yang hanya dilibatkan menyelesaikan masalah, tapi tidak membahas akar penyebabnya,” tegasnya.

Menag berharap tokoh agama dan masyarakat bisa melakukan introspeksi mengenai peran agama di tengah perkembangan teknologi modern seperti kecerdasan buatan. “Ada jarak antara nilai-nilai tradisional agama dengan perkembangan modern yang serba canggih, kuantitatif, dan futuristik,” ujarnya.

Ia juga menyoroti pentingnya mendekatkan perbedaan pemahaman antara “vocab agama” dan “vocab modern” yang sangat kontekstual dan cepat berubah. Menurutnya, penting bagi tokoh agama untuk mengaktualkan nilai-nilai agama agar bisa diterima oleh masyarakat modern yang lebih maju.

Menag mengimbau semua pihak untuk mendalami ajaran agama dan berusaha agar nilai-nilai agama dapat memberi kontribusi positif dalam membimbing kehidupan umat manusia. “Semakin dalam kita memahami agama, semakin damai masyarakat,” ujarnya.

Ia menutup dengan harapan agar Majelis Hukama Muslimin cabang Indonesia dapat memberikan kontribusi bagi dunia Islam, terutama para ulama dan tokoh agama. “Kami berharap MHM Indonesia bisa menyumbangkan gagasan yang segar bagi dunia Islam,” tandasnya.

0 Comments